Translate

Senin, 14 Mei 2012

Perilaku Konsumen

A. Perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional

Perilaku konsumen dalam teori ekonomi konvensional dianalisa melalui preferensi, budget line, dan kombinasi antara preferensi dan budget line sebagai pilihan konsumen.

1. Preferensi

Konsumen pada dasarnya memiliki preferensi terhadap barang-barang tertentu dibandingkan dengan barang-barang lain. Dengan kata lain, konsumen lebih menyukai barang-barang tertentu dibanding dengan barang-barang lain. Keputusan konsumen untuk membeli suatu barang lebih banyak, lebih sedikit, atau tidak membeli sama sekali, sebagian merupakan hasil dari preferensi, selain sebagai respon terhadap harga-harga relatif dari berbagai barang yang tersedia. Ada tiga asumsi dalam preferensi itu:

a. Komplit/kelengkapan

Setiap konsumen jika dihadapkan pada pilihan antara berbagai kombinasi barang yang ada, akan memilih kombinasi barang yang paling lengkap atau paling diinginkannya. Dengan kata lain, dari serangkaian kombinasi barang yang bisa memberikan tingkat kepuasan sama, konsumen mampu memilih kombinasi yang paling diinginkan atau beberapa kombinasi sekaligus yang memberinya kepuasan yang sama. Karena konsumen mengetahui nilai utilitas dari semua pilihan, maka dikatakan terdapat kelengkapan preferensi.

b. Transitif/konsisten

Konsumen senantiasa konsisten dalam membuat pilihan antara berbagai kombinasi barang yang ada. Misalkan konsumen dari awal sudah menunjukkan lebih menyukai belanja di plaza dari pada di mni market, tetapi lebih menyukai belanja di mini market dari pada di pasar tradisional, maka pasti konsumen lebih menyukai belanja di plaza dari pada di pasar tradisional. Oleh karena itu preferensi konsumen dikatakan bersifat transitif.

c. Lebih banyak lebih disukai (tanpa kepuasan)

Tidak ada seorang pun yang merasa puas sepenuhnya meskipun sudah memperoleh semua barang kebutuhannya. Semakin banyak barang yang bisa di konsumsi, semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen, konsumen selalu ingin mengkonsumsi dan terus mengkonsumsi.

Ketiga asumsi ini mungkin terasa aneh, terutama jika dibandingkan dengan kenyataan sehari-hari. Apakah konsumen benar-benar mempertimbangkan semua kemungkinan kombinasi barang sebelum menentukan pilihan? Bukankah ada konsumen yang inkonsisten preferensi konsumsinya, artinya dalam membuat keputusan selalu berubah-ubah? Walaupun agak aneh, asumsi-asumsi ini diperlukan untuk menyusun model yang menjadi sumber berbagai teori dan praktek.

2. Budget line

Budget line atau garis anggaran adalah garis yang menunjukkan kombinasi dua barang yang dapat dibeli oleh konsumen. Garis ini menunjukkan semua kombinasi yang tersedia bagi konsumen jika membelanjakan pendapatannya pada tingkat harga tertentu. Garis anggaran kadang disebut dengan isocost, karena semua titik pada garis tersebut mengungkapkan sejumlah barang dengan pengorbanan biaya yang sama.

3. Pilihan konsumen

Dalam melakukan pilihan tentang barang yang akan di konsumsi, konsumen diasumsikan bersifat rasional. Artinya, konsumen selalu bersikap rasional dan dalam setiap pegambilan keputusan konsumen selalu mendasarkannya pada perbandingan antar berbagai preferensi dan peluang. Konsumen akan berusaha menggapai preferensi tertinggi dari segenap peluang yang tersedia dan nemilih kombinasi barang yang dapat memaksimalkan kepuasannya. Asumsi lainnya adalah bahwa konsumen akan memaksimumkan apa yang disebut dengan kepuasan, kesjahteraan, kemakmuran, atau utilitas. Asumsi ini digunakan untuk memperlihatkan bahwa konsumen berusaha memaksimumkan kesejahteraan dengan cara meraih kurva indifferen tertinggi yang bisa dicapai.

B. Perilaku konsumsi dalam Ekonomi Islam

1. Pengertian dan tujuan konsumsi

Secara teorits, teori perilaku konsumen dalam ekonomi konvensional bisa dipergunakan dalam menganilisis perilaku konsumsi dalam ekonomi Islam, walaupun masih diperlukan beberapa modifikasi untuk penyempurnaannya. Konsumsi dalam ekonomi Islam dapat didefenisikan dengan memakan makanan yang baik, halal dan bermanfaat bagi manusia (QS 5:4,5; 2 :172 ;23:51, dan 16:114), pemanfaatan segala anugrah Allah swt di muka bumi (QS 7:32), sebagai sebuah kebajikan, karena kenikmatan yang diciptakan Allah untuk manusia adalah wujud ketaatan kepada-Nya (QS 2:35, 2:168). Didalam konsumsi, prinsip dasar yag harus dijadikan sebagai acuan adalah kebenaran, kesucian, kesederhanaan, kemaslahatan, dan akhlak.

Prinisp kebenaran mengajarkan kepada manusia untuk mempergunakan barang-barang yang dibenarkan oleh syara’, baik dari segi zat, cara memproduksi, maupun tujuan dari mengkonsumsi tersebut(QS 7:157).

Prinsip kebersihan berarti bahwa barang yang dikonsumsi harus bersih, baik, berguna dan sesuai untuk dimakan. Barang yang haram, kotor, bercampur najis dan bisa menimbulkan kemudharatan duniawi, dan ukhrawi tidak boleh dipergunakan (QS 2:168,173,60; 6:142,145 dan 5:90).

Prinsip kesederhanaan menganjurkan agar konsumsi sampai tingkat minimum (standar) sehingga bisa mengekang hawa nafsu dan keinginan yang berlebihan (QS 25:67; 7:31; 2:219). Konsumsi yang berlebihan adalah perbuatan keji karena termasuk pemborosan. Islam menganjurkan konsumsi yang dilakukan adalah seimbang, tidak terlalu kikir dan tidak berlebihan (QS 25:67). Prinsip kesederhaan juga mnegajarkan kepada konsumen apabila pendapatan konsumen meningkat, pendapatan tersebut seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan volume konsumsi, namun untuk kesejahteraan sosial (QS 17:26; 2:273; 70:24-25; 9:60).

Prinsip kemaslahatan berarti bahwa konsumen boleh mengkonsumsi barang selagi barang tersebut mampu memberikan kebaikan serta kesempurnaan dalam usaha mengabdikan diri kepada Allah. Atas dasar prinsip inilah mengapa barang-barang yang haram, dalam keadaan tertentu (darurat) boleh dipergunakan asalkan tidak berlebihan (2:173).

Sedangkan prinsip akhlak menunjukkan bahwa konsumsi harus dapat memenuhi etika, adat kesopanan dan perilaku terpuji seperti syukur, zikir, dan fikir serta sabar dan mengesampingkan sifat-sifat tercela seperti kikir dan rakus (QS 89:20, 70:19).

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas, Islam menggariskan bahwa tujuan konsumsi bukan semata-mata memenuhi kepuasan terhadap barang (utilitas), namun yang lebih utama adalah sarana untuk mencapai kepuasan sejati yaitu kepuasan akhirat. Kepuasan tidak saja dikaitkan dengan kebendaan tetapi juga ruhiyah, bahkan kepuasan terhadap konsumsi suatu benda jika kepuasan tersebut bertentangan dengan ruh-ruh Islam, kepuasan ini harus ditinggalkan. Oleh karena itu konsumen rasional dalam ekonomi Islam adalah konsumen yang dapat memandu perilakunya supaya dapat mencapai kepuasan maksimum sesuai dengan norma-norma Islam.

Sabtu, 12 Mei 2012

Instrumen Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam

1. Instrumen Kebijakan Moneter Islam
a. Mazhab pertama(istishaduna)

Pada awal islam dapat dikatakan bahwa tidak diperlukan suatu kebijakan moneter dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran uang (Ms) melalui kebijakan diskresioner. Selain itu, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan diantara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman (promisorry notes) dan instrumen negoisasi (negotiable instruments) dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut mencipatakan uang. Instrumen lain yang dapat digunakan pada saat ini untuk mengatur jumlah peredaran uang serta mengatur tingkat suku bunga jangak pendek yaitu OMO(Melalui jula-beli surat berharga pemerintah) jles belum ada pada masa awal perkembangan Islam. Selain itu, jelas tindakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga tersebut bertentangan dengan ajaran Islam karen adanya larangan yang berkenaan dengan riba dalam Islam itu sendiri.


b. Mazhab kedua(Mainstream)

Tujuan kebijakan moneter yang diberlakukan oleh pemerintah adalah maksimisasi sumber daya (resources) yang ada agar dapat dialokasikan pada kegiatan perkenomian yang produkstif. Didalam Alqu’an suah jelas bahwa kita dilarang untuk melakukan penumpukan uang (money hoarding) yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan mayarakat secara keseluruhan. Kekayaan yang iddle tersebut akan menjadikan sumber dana yang pada awalnya bersifat produktif menjadi tidak produktif. Oleh sebab itu, mazhab kedua ini merancang sebuah instrumen kebijakan yang ditujiukan untuk memengaruhi besar kecilnya permintaan uang(MD) agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan.


c. Mazhab ketiga (Alternatif)

Mazhab ketiga ini sangat banyak diperngaruhi oleh pemikiran-pemikiran ilmiah dari Dr.M.A chouldhury. Sistem yang kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab ini adalah syuratiq process yaitu dimana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonmisasi dengan kebijakan-kebijakan disektor riil.


2. Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Islam

Pada masa sebelum dibelakukannya syariah Islam pada sistem perbankan di sudan. Bank Sentral Sudan (BOS) sangat tergantung pada isntrumen-instrumen langsung seperti tingkat suku bunga, plafon kredit (kredit ceiling), ketentuan rasio likuiditas(statutory liquidity ratio), dan tingkat diskonto. Pada awalnya instrumen-instrumen tersebut sangat efektif karena perekonomian Sudan yang mempunyai karakteristik yaitu sistem finansial yang non-kompetitif, pasar model primer dan sekunder yang belum berkembang, serta kelangkaan modal. Namun karena istrumen-instrumen langsung tersebut mengakibatkan distorsi dari alokasi sumber daya bank, interferensi terhadap mekanisme harga, pembatasan kredit, serta misalokasi dan distorsi dari kompetisi akibat penerapan batasan-batasan pada manajemen aset bank. Pada akhirnya, BOS lebih memilih untuk memakai instrumen-instrumen tidak langsung.

Instrumen-instrumen moneter yang digunakan oleh BOS:
i. Reserve Requirement.
ii. Bank-bank komersial harus mencapai dan memelihara rasio likuiditas sebesar 10% dari dana giro dan tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
iii. Plafon kredit untuk sektor-sektor prioritas tertentu.
iv. Marjin keuntungan minimum untuk perjanjian Murabaha (berkisar antara 10%-15% tergantung pada sektor dan mata uang yang digunakan).
v. Penyertaan minimum nasabah untuk perjanjian Musyarakah sebagai alat untuk mengatur jumlah ketersediaan sumber daya untuk kredit (sampai dengan 1998).
vi. Jendela pembiayaan sebagai fasilitas siaga yang dapat digunakan oleh bank-bank jika mereka memintanya baik untuk keperluan karena kekurangan likuiditas maupun pembiayaan investasi.
vii. Foreign Exchange Operation sebagai alat BOS untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang(bukan untuk fungsi kontrol likuiditas).
viii. OMO dengan menggunakan instrumen:
1) Central Bank Musharaka Certifikat(CMC).
2) Goverment Musharaka Certifikat(GMC). ix. Ijara Certifikat(Sukuk).
b. Iran

Iran adalah satu-satunya negara Islam yang menerapkan sistem perekonomian dengan mengacu pada pemikiran teori ekonomi Islam Mazhab I. Pada dasarnya, instrumen-instrumen moneter yang ada haruslah unsur yang dapat menjauhi riba dan hal-hal yang mengandung ketidakpastian.


Berikut adalah instrumen moneter yang dipakai oleh otoritas moneter diiran:
i. Reserve requirement ratio.
ii. Adjusted Open Market Operations.
iii. Disciount Rates.
iv. Credit ceiling.
v. Minimum expected profit ratio of bank dan Bank’s Share of Profit in Various Contracts.
c. Indonesia

Peraturan perbankan syariah yang dikeluarkan pada tahun 1998 yang menggantikan peraturan perbankan syariah tahun 1992 telah memungkinkan perkembangan perbankan syariah dengan sangat cepat. Berkembangnya jumlah cabang dari bank syariah baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah dari bank umum konvensional, sertan meningkatkan kemampuan dalm menyerap dana masyarakat yang terlihat dari dana simpanan pihak ketiga yang tertera dineraca bank-bank syariah tersebut. BI menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut:
i. Giro Wajib Minimum(GMW).
ii. Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah(sertifikat IMA).
iii. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia(SWBI).